Sabtu, 05 September 2009

Perut dan Makan Minum

MENDIDIK PERUT

 

"Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya" (QS 'Abasa [80] : 24)

 

Karl (Heinrich) Mark (1818) pernah membuat sebuah teori, segala persoalan di dunia ini berpusat pada butun (perut). Semua orang ingin memenuhi kebutuhan perutnya hingga tidak kelaparan. Itulah yang membuat dunia sarat dengan persaingan, perebutan dan bahkan pertumpahan darah, di mana-mana, sepanjang sejarah.

Lima puluh tahun berikutnya, datang Sighmund Freud dengan teori barunya. Dia menjelaskan bahwa bukan perut yang menjadi pangkal persoalan hidup ini, tapi yang dibawah perut, faraj (kelamin).

            Kesuksesan dan kegagalan seseorang, cerda dan tidaknya manusia berpangkal pada satu hal, yaitu libido; keinginan jantan kepada betina atau sebaliknya. Freud menekankan, pangkal persoalan dunia bukan pada perut tetapi yang dibawah perut.

            Tujuh abad sebelum Karl Mark dan Freud telah lahir seorang ulama, filosof, psikolog, ahli hukum, dan sufi yang sangat berpengaruh di dunia Islam dan peradaban Barat, yakni Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali Ath-Thusi atau yang lebih dikenal dengan Imam Al-Ghazali.

            Al-Ghazali menyatakan bahwa kedua faktor – perut dan bawah perut/faraj – itu memang menentukan kehidupan manusia, bahkan teramat penting. "Andaikata kaum lelaki tidak berkeinginan terhadap wanita,maka tiada lagi keturunan manusia. Andai manusia tidak makan, binasalah semua," kata beliau.

            Akan tetapi pendapat beliau yang lahir di Kota Thus, Khurasan, Iran pada 1058 H ini, tidak berhenti sampai di situ. Beliau mengingatkan bahwa manusia telah mendapatkan satu karunia berupa akal sehat, yang dengannya dapat membedakan dan menimbang mana yang baik dan buruk. Akal sehat inilah yang membedakannya dari dunia binatang.

            Allah Shubhanahu wa Ta'ala (SwT) juga menurunkan agama,yang dengannya dijelaskan mana halal dan haram, yang boleh dan yang dilarang. Ada aturan hukum yang dijadikan sebagai pedoman dalam menghadapi kehidupan.

            Kembali kepada soal perut, bila dicermati,organ yang satu ini memang aneh. Kendati berdiameter kecil tetapi bila kemauannya senantiasa dituruti maka seluruh isi dunia ini akan pula ditelan.

            Bermula dari mencari sepiring nasi, lalu keinginan menyimpan untuk hari esok, meningkat lagi ingin menimbun untuk hari tua, bahkan keinginan mewariskan untuk anak keturunan hingga lapis ke-7 !

            Tak ayal, berangkat dari perut ini muncullah ideologi kapitalisme dan imperialisme. Manusia menguasai manusia. Manusia memperbudak sesamanya. Dari dahulu sampai saat ini.

            Karena tak terbatasnya "bahasa perut" ini, lebih dari 30 ayat dala Al Quran yang menyebut pentingnya ummat Islam menjaga dan memperhatikan makanannya. Dengan segala sudut pandang dan pesan tarbiyah yang terkandung di dalamnya, Islam menginginkan agar kaum muslimin sebagai ummat terbaik tetap terpelihara.

            Maka dari setiap suap makanan yang masuk ke dalam perut mereka, diharapkan menambah kebaikan dan kemuliannya. Output-nya adalah ketakwaan dan amal shaleh. Al Quran menjelaskan di antaranya,"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah." (QS Al Baqarah [2] : 172)

            Kenapa sedemikian detailnya Allah SWT memberikan tuntunan terkait dengan urusan perut ini ? Allahu a'lam. Akan tetapi, keinginan perut kerap melampaui batas. Maunya yang aneh-aneh. Inginnya berpetualang ke penjuru rasa. Jenis dan jumlahnya pun kalau bisa tak terbatas. "Perut merupakan salah satu bagian tubuh yang paling sukar diperbaiki," kata Imam Al Ghazali.

            Tentu kaum Muslimin tidak perlu malu disebut memiliki cita rasa rendah, kalau yang dimaksud dengan itu adalah kuliner atas aneka makanan yang tidak jelas kehalalannya,apalagi menyantap apa saja yang nyata-nyata diharamkan oleh agama.

            Jangankan terhadap yang nyata-nyata haram seperti : bangkai, darah, daging babi dan binatang yang disembelih tidak menyebut nama Allah; terhadap yang halal pun terbingkai dalam adab, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya termasuk pemborosan bila kamu makan apa saja yang kamu bernafsu memakannya." (HR Ibnu Majah).

            Rasulullah SAW juga mengingatkan,"Wahai Sa'ad perbaikilah makananmu, niscaya kamu menjadi orang yang terkabul doanya …,Siapapun yang dagingnya tumbuh dari yang haram, maka api neraka lebih layak membakarnya." (HR Ath Thabrani)

            Di kesempatan lain, Beliau SAW mingingatkan,"Celakalah orang-orang yang terjerumus ke dua tempat !" Ketika ditanya apakah kedua tempat itu, Beliau SAW menjawab, "Perut dan Alat Kelamin". Kejahatan perut setara dengan petaka akibat kelamin.

            Bila kita buka lembaran sejarah, kecemerlangan otak dan perilaku para Shahabat, para ulama, dan orang-orang shaleh terdahulu, dilandasi kuat oleh ketatnya mereka dalam memilih makanan, hanya yang halal. Walhasil, nama dan karya mereka pun melegenda. Kemasyhurannya melampaui batas usianya.

            Nah, bila menajat kita tak kunjung dikabulkan,permasalahan senantiasa datang, progress harian semakin menjauh dari kebaikan, maka barangkali ada yang salah dalam makanan kita. Adakah di sana barang haram ? Jika demikian halnya, ada jalan menuju RahmatNya, istighfar. Lalu, kita mulai didik perut kita dengan hanya cinta pada makanan yang halal-halal. Robbana taqabbal du'a innaka antas sami'un 'alim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar