Minggu, 18 Oktober 2009

Besar Risiko Oral Seks?

Banyak ditemui hubungan oral seks di antara para remaja yang sedang pacaran. Tak jarang, hubungan ini juga mengantar mereka sampai ke hubungan seksual.

Tanpa dukungan edukasi seks yang baik, tak jarang penyakit seperti gonorrhea, sifilis, herpes, bahkan HIV bakal menyerang. Karena itu, perlu ada pemahaman yang benar mengenai hal ini.

Oral pada penis

Secara teori, oral seks berisiko menularkan penyakit tertentu bagi pasangan karena bisa terinfeksi akibat cairan yang keluar sebelum ejakulasi (pre-ejakulasi) maupun oleh sperma yang masuk.

Jika saat itu ada luka terbuka di mukosa mulut, meski kecil dan tidak terlihat, bisa menyebabkan risiko penularan infeksi menular seksual karena luka terbuka ini adalah jalan masuk virus atau bakteri ke dalam aliran pembuluh darah.

Meskipun risiko ini lebih kecil dibandingkan dengan anal atau vaginal seks, pada beberapa kasus, penularan HIV tetap bisa terjadi akibat oral seks meski pasangan tidak ejakulasi.

Oral pada vagina
Hal yang sama juga bisa terjadi bila oral seks dilakukan pada wanita. Risiko penularan HIV bisa terjadi karena cairan vagina yang terinfeksi dan juga darah bisa saja masuk ke mulut.

Penularan juga bisa terjadi bila terdapat luka kecil di mulut pasangan yang sedang melakukan oral terinfeksi penyakit menular seksual dan ada luka kecil yang tidak disadari atau iritasi ringan dalam vagina.

Penularan HIV pada oral seks memang lebih rendah dibandingkan dengan anal dan vaginal seks akan, tetapi pada beberapa kasus, penularan melalui oral seks dengan vagina telah terbukti ada.


Perilaku Seks Suami

Sejak awal hingga perkawinan berlangsung selama 16 tahun, ia tak pernah orgasme. la sampaikan masalah ini kepada suami, tapi tak dipedulikan. Hubungan seks akhirnya berubah menjadi menakutkan dan menyakitkan baginya. Masalahnya, suami tak mau menceraikannya. Apa yang harus dilakukan istri malang ini?

"Saya berusia 40 tahun dan suami 45 tahun. Usia pernikahan kami 16 tahun. Anak pertama 15 tahun dan anak kedua 9 tahun. Sejak menikah, saya punya masalah dalam hubungan suami istri. Saya hampir tidak pernah orgasme karena suami sudah selesai lebih dulu.

Kondisi ini membuat saya tidak mau dirangsang, baik dengan ciuman atau lainnya. Saya lebih suka langsung dan segera selesai. Jadi, saya melakukannya sekadar menjalankan kewajiban, tanpa perasaan.

Saya tidak merasa nyaman atau bahagia ketika melakukannya. Ketika berhubungan, saya merasakan sakit dan pedih, kadang berdarah. Kalau saya bilang kepada suami, responsnya tidak membuat saya ikhlas dengan rasa sakit itu, justru ia makin menunjukkan kurang perhatian.

Malam-malam hidup saya jadi sangat menakutkan. Saya sampai takut ke kamar mandi atau sekadar minum. Saya bisa tidur nyenyak hanya setelah melayani suami karena tidak takut dibangunkan suami untuk berhubungan. Saya tidur dengan anak-anak sejak punya anak pertama.

Tiga bulan lalu saya mengalami erosi porsio menurut dokter kandungan, infeksi akibat peradangan, dan diberi pengobatan lima kali. Saya juga mengalami penurunan vagina atau kendur. Maaf, ada tonjolan di lubang vagina. Jika banyak kerja, tonjolan itu muncul, rasanya sakit.

Dokter apakah vagina kendur ada efek sampingnya pada kesehatan bila tetap melakukan hubungan seksual? Bagaimana agar tidak merasa sakit saat berhubungan (untuk masuk saja sudah sangat sakit)? Terus terang, saya sudah tidak punya rasa cinta karena sejak awal saya merasa kami punya perbedaan dalam banyak hal.

Kami juga jarang berkomunikasi (cerita), apalagi bercengkerama. Tapi, karena suami tidak mau menceraikan, saya harus tetap menjalankan kewajiban. Saya mohon nasihat."

L, Kudus

Terlalu lama dibiarkan
Sayang sekali masalah seksual yang Anda alami dibiarkan terlalu lama sampai menimbulkan akibat buruk bagi hubungan pribadi dengan suami. Tidak sedikit istri yang mengalami masalah seperti Anda, yaitu tidak pernah merasakan orgasme, tapi tidak membiarkannya berlarut-larut sampai menimbulkan akibat buruk. Memang sebagian lain juga membiarkan seperti Anda dan berdampak buruk bagi kehidupan perkawinannya.

Sebenarnya masalah Anda sangat jelas sesuai dengan pengakuan Anda. Hambatan orgasme disebabkan suami sudah mencapai orgasme dan ejakulasi sehingga hubungan seksual tidak berlanjut lagi.

Pada waktu itu sebenarnya masalah ini harus segera diatasi, tapi karena dibiarkan dan berlangsung terus, akibatnya Anda merasa malas melakukan hubungan seksual. Anda menjadi tidak mau dirangsang karena merasa percuma, setelah terangsang dan berhubungan seksual, akan berakhir tidak menyenangkan.

Anda melakukan hubungan seksual hanya untuk melayani suami dan ingin agar hubungan seksual cepat berakhir. Akibat selanjutnya dapat dimengerti. Rasa sakit yang terjadi waktu melakukan hubungan seksual disebabkan Anda tidak terangsang. Perdarahan yang terjadi juga mudah dimengerti. Sayang sekali, ketika Anda menceritakan kepada suami, dia tidak memberikan reaksi yang baik.

Mestinya pada saat itu suami mengantar Anda untuk berkonsultasi dan mendapat pemeriksaan tenaga ahli. Pada saat itu, meskipun agak terlambat, Anda seharusnya segera mendapat pemeriksaan dan pengobatan. Tanpa dukungan suami, wajar kalau Anda membiarkan saja masalah itu berlangsung.

Perasaan takut yang Anda alami pada malam hari juga sangat mudah dimengerti. Rasa sakit, pendarahan, dan ketidaknyamanan melakukan hubungan seksual pantas membuat Anda ketakutan. Wajar juga kalau Anda tidur berpisah dengan suami.

Tiadanya cinta
Saya pikir masalah Anda sudah cukup berat karena sudah merusak hubungan pribadi. Bahkan, untuk berkomunikasi atau berbagi cerita saja, Anda dan suami sudah tidak melakukannya lagi. Tampaknya ada masalah yang lebih mendasar, yaitu tiadanya rasa cinta sejak awal yang disebabkan perbedaan dalam banyak hal.

Kalau itu masalah dasarnya, tidak aneh kalau kini muncul keadaan yang sulit seperti ini. Sayangnya, kalau sejak awal Anda tidak mencintai suami, mengapa perkawinan mesti dilakukan?

Keadaan ini kemudian dipersulit oleh gangguan yang Anda alami. Erosi pada mulut rahim memang bukan gangguan yang aneh, tapi kalau dibiarkan juga akan mengganggu Anda. Demikian juga tonjolan di vagina yang mungkin penurunan rahim (prolaps), yang pasti mengganggu kehidupan Anda sehari-hari. Apalagi, kalau kemudian sampai keluar dari lubang vagina.

Kesulitan ini tampaknya membuat Anda ingin bercerai dari suami meski suami tidak mengabulkan. Saya pikir, perceraian harus dipertimbangkan dengan matang sebagai jalan terakhir kalau tidak ada jalan keluar yang baik.

Masalahnya, mengapa Anda dan suami tidak berupaya mengatasi masalah ini sejak dulu. Apakah karena pada dasarnya Anda tidak mencintai suami? Ataukah karena suami tidak memerhatikan Anda dalam hal ini? Ataukah karena ada hal lain yang menghambat Anda untuk berkonsultasi lebih awal sebelum menjadi seperti sekarang?

Segera periksakan diri ke dokter untuk mengatasi masalah rahim. Mungkin diperlukan tindakan operasi untuk mengembalikan posisi rahim ke letak normalnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar