Jumat, 04 September 2009

Peningkatan konsumsi keju di Indonesia mendorong pertumbuhan produsen keju

Abstrak

Peningkatan konsumsi keju di Indonesia mendorong pertumbuhan produsen keju. Keju dibuat dengan beragam bahan dan proses. Karena Indonesia berpenduduk muslim terbesar di dunia, maka kehalalan keju perlu ditegaskan untuk memenuhi hak dan melindungi konsumen. Metode Haram Analysis Critical Control Point (HrACCP) umumnya dilakukan oleh usaha yang siap secara manajemen menjalankan semua tahapan dalam rencana HrACCP. Karena usaha kecil keju "X" belum siap maka penelitian diskriptif lebih diarahkan untuk identifikasi Halal Control Points (HCP) bahan baku, proses produksi, sanitasi, penyimpanan dan distribusi. Berdasar analisis diskriptif Halal Control Points (HCP) proses produksi keju Gouda antara lain: Bahan baku; terutama starter bakteri, rennet, dan pelapis keju yang masih impor dari Belanda dan belum bersertifikasi halal, Proses produksi; meliputi penambahan starter bakteri dan rennet untuk membantu proses penggumpalan dan pelapisan keju. Dari sini perlu ditelusuri lebih jauh kehalalan bahan yang digunakan, disusun standarisasi pemilihan dan penerimaan bahan baku, serta proses produksi untuk menunjang pelaksanaan sistem jaminan halal. Pendahuluan Keju merupakan salah satu produk olahan susu yang terbentuk karena koagulasi susu oleh rennet. Susu sapi dan kambing banyak digunanakan dalam pembuatan keju. Konversi susu menjadi keju memberikan keuntungan karena sebagian besar lemak dan proteinnya telah dicerna enzim dalam proses pembuatan keju sehingga lebih mudah diterima sistem pencernaan manusia. Keju bukan makanan asli Indonesia, namun konsumsi keju di negeri ini cenderung naik. Pada tahun 2002 konsumsi keju nasional 8000 ton/tahun meningkat 20% dibanding tahun 2001 (Anonymous, 2003a). Peningkatan konsumsi keju diiringi munculnya produksi keju, baik skala kecil maupun besar. Salah satu produsen keju skala kecil adalah usaha "X" Malang. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Kondisi tersebut berpengaruh pada pola pemenuhan pangan yang dituntut mestinya mengacu pada produk yang dijamin halal. Hal ini merupakan masalah serius yang perlu mendapat perhatian berbagai pihak, khususnya kalangan industri pangan. Keju beraneka macam, tergantung proses dan bahan tambahan yang digunakan. Variasi jenis keju di pasaran membuat status kehalalan keju perlu ditegaskan dalam rangka memenuhi hak dan melindungi konsumen.. Untuk menegaskan status kehalalan keju dapat ditelusuri dengan metode Haram Analysis Critical Control Point (HrACCP). Metode tersebut dijalankan suatu usaha yang mempunyai manajemen yang siap menjalankan semua tahapan dalam rencana HrACCP. Karena usaha keju "X" belum siap secara manajemen maka penelitian ini lebih dahulu diarahkan untuk identifikasi titik kritis kehalalan, sebagai upaya persiapan penerapan HrACCP. Metode Penelitian Penelitian dilakukan Maret–April 2008 di Usaha Keju "X" Malang dengan wawancara dan diskusi dengan karyawan, pengamatan proses produksi, dan studi data sekunder untuk menelusuri status kehalalannya. Penelitian meliputi profil usaha berikut karyawan yang akan mendukung pelaksanaan sistem jaminan halal. Selain itu bahan baku, proses produksi, sanitasi, penyimpanan dan distribusi diidentifikasi secara diskriptif Halal Control Points (HCP) Hasil dan Pembahasan Profil Usaha Kecil Keju "X" Malang Usaha ini mulai beroperasi 1997 di Kec. Wajak Kab. Malang dengan 4 orang tenaga kerja, 1 orang di proses pengolahan keju mulai penerimaan bahan baku sampai pengemasan, 2 orang mengurus sapi perah di peternakan, dan seorang penanggung jawab produksi yang mengontrol semua jenis kegiatan. Produk yang dihasilkan 2 jenis, yaitu keju Gouda dan keju Mozzarella. Setiap proses produksi keju Gouda digunakan ± 40 liter susu menjadi keju segar 4 kg, sedang keju Mozzarella dari susu segar ± 40 liter menghasilkan ± 3 kg keju. Alat yang digunakan: Saringan nilon merek Hygia buatan Jerman dan kain saring untuk menyaring kotoran susu pra pasteurisasi; Panci stainless steel 25 liter dan panci aluminium 40 liter untuk proses pasteurisasi dilengkapi pengaduk stainless steel 100 cm; Termometer; Laktometer pengukur BJ susu; Baumemeter pengukur kadar garam larutan perendam keju. Gelas ukur 50 ml untuk menakar jumlah rennet 0,025% dan garam CaCl2 0,04% dari total susu; Kompor gas, Cheese vat stainless steel berupa tabung berdinding rangkap (double wall) kapasitas 150 liter untuk pasteurisasi dengan mengalirkan air panas ke celah antara dua dinding serta untuk pendinginan susu setelah pasteurisasi, proses koagulasi susu, pemotongan curd, pemasakan, pemisahan curd dan whey. Cheese vat dilengkapi pengaduk untuk meratakan panas saat pasteurisasi atau mempercepat proses pendinginan. Cheese vat mempunyai lubang kran untuk mengeluarkan whey; Cetakan keju ukuran ½ dan 1 kg berbentuk seperti mangkuk dengan lubang-lubang kecil di dasar tempat keluar whey buatan Belanda; Pengepres papan kayu 30x20 X 1 cm dan pemberat ukuran ½ kg dan 1 kg untuk mengepres keju sehingga airnya keluar, sedang curd yang dicetak bersatu membentuk keju yang kokoh; Bak plastik transparan 70 x 45 cm untuk merendam keju dalam larutan garam di ruang bersuhu 11–13°C sehingga bakteri dalam keju tetap baik; serta rak pemeraman kayu atau stainless steel untuk meletakkan keju selama pematangan. Titik Kritis Kehalalan (HCP) Bahan Susu sapi Susu sapi berasal dari peternakan sapi sendiri yang diberi pakan rumput untuk sapi perah dewasa, sedang sapi perah anakan diberi pakan rumput dan whey serta potongan curd yang terbuang dari proses produksi keju. Berdasarkan E-Numbered Ingredients dalam Riaz and Chudry (2004) whey salah satu bahan yang belum diketahui statusnya. Whey dari keju yang dihasilkan dari enzim yang halal, misalnya microbial rennet, maka hukumnya halal (Hussaini and Sakr, 1999). Perbedaan tersebut didasarkan pada jenis rennet yang digunakan untuk menggumpalkan susu. Penjelasn terinci tentang rennet terdapat pada poin 3. Pemberian pakan tambahan sapi perah anakan dilakukan sampai sapi berumur 1 tahun, sedangkan sapi siap perah berumur 2 tahun. Selama jeda 1 tahun tersebut, sapi hanya diberi makan rumput, sehingga tubuh sapi telah terbebas dari unsur-unsur yang terkandung dalam whey dan curd yang masih diragukan kehalalannya. Starter bakteri Starter menggunakan bakteri asam laktat (Lactococcus lactis sp) yang dibeli dari Belanda berbentuk serbuk bermerek Zuursel (Gambar 1). Berdasarkan E-Numbered Ingredients dalam Riaz and Chudry (2004) disebutkan cheese culture, merupakan kumpulan bakteri untuk koagulasi protein susu, termasuk bahan yang halal. Namun tetap perlu diperhatikan bahan tambahan serta media pertumbuhan bakteri saat diproduksi. Kepastian akan kedua bahan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kehalalan produk akhir. Gambar 1. Starter Bakteri Lactococcus lactis sp  Serbuk starter digunakan membuat mother culture menggunakan media susu sapi yang telah dipasteurisasi lebih dahulu. Apriyantono (2006), menyatakan dari segi kehalalan perlu dicermati media yang digunakan pertumbuhan bakterinya. Rennet Rennet yang digunakan berupa serbuk ekstrak enzim Mucor miehei diimpor dari Belanda (Gambar 2) untuk menggantikan rennet asal hewan yang digunakan sebelumnya. Gambar 2. Rennet Microbial rennet dihasilkan dari proses fermentasi mikroba tertentu yang dapat menghasilkan enzim rennet.  Dengan proses microbial ini produktivitas meningkat tanpa mengalami kendala bahan baku. Dengan mengontrol kehalalan bahan-bahan yang digunakan sebagai  media tersebut maka kehalalan microbial rennet ini lebih terjamin (Anonymousb, 2007). Oleh karena itu perlu diketahui khususnya media yang digunakan dalam pertumbuhan mikroba yang akan diambil enzimnya, karena akan berpengaruh terhadap kehalalan produk yang dihasilkan. Kalsium klorida (CaCl2) Kalsium klrorida (CaCl2) yang digunakan pembuatan keju Gouda berupa cairan tidak berwarna (bening). Berdasarkan E-Numbered Ingredients dalam Riaz and Chudry (2004), disebutkan bahwa kalsium klorida (E-509) merupakan bahan tambahan makanan yang halal. Garam Garam yang digunakan pada proses penggaraman keju adalah garam dapur (NaCl) bermerek "Kapal" sudah mencantumkan label halal di kemasan. Air Air tanah dari sumber di desa Bambang yang alami, sehingga air yang digunakan proses penggaraman, pencucian curd, dan sanitasi alat produksi termasuk air bebas dari najis.Pelapis keju Pelapis yang digunakan yaitu Ceska 500 berupa cairan kental berwarna kuning tersusun atas polimer polyvinyl acetate dan dibutil maleic acid (Gambar 3), diimpor dari Belanda.. Kedua bahan tersebut umumnya digunakan dalam pelapisan permukaan (plasticize) dan sebagai bahan perekat. Perlu diperhatikan secara khusus mengenai bahan baku serta proses produksi pelapis keju ini, apakah telah memenuhi standar kehalalan atau belum.. Gambar 3. Pelapis Keju Titik Kritis Kehalalan Proses Produksi Usaha "X" memproduksi 2 jenis keju, yaitu Gouda dan Mozzarella di ruangan sama dalam waktu yang berbeda. Keju Gouda diproduksi setiap hari, sedang keju Mozzarella diproduksi berdasar pesanan. Dengan penjadwalan tersebut memungkinkan kontak antara keju Gouda dengan keju Mozzarella. Oleh karena itu jika ingin melakukan sistem jaminan halal maka kedua produk harus dikendalikan titik kritis kehalalan. Hal ini sesuai dengan standar sertifikasi halal LP POM MUI (Anonymous, 2003b). Proses pembuatan dan titik kritis kehalalan pada Gambar 4. Dari Gambar tersebut diketahui HCP (Halal Control Point): HCP-1: Penambahan starter bakteri dan rennet Tahapan ini perlu dikaji secara teliti khususnya status bahan. Starter yang digunakan dari Belanda merupakan jenis bakteri asam laktat (Lactococcus lactis sp) berbentuk serbuk bermerek Zuursel. Pada pembuatan keju ini starter dibuat mother culture dulu dan digunakan 1% dari volume susu. Apriyantono (2007a) menyatakan asam yang dihasilkan bakteri asam laktat dapat dipakai dalam produksi keju Bakteri asam laktat mula-mula ditumbuhkan dalam suatu media (tempat pertumbuhan dan sumber makanan mikroorganisma), dipekatkan, dibekukan atau dikeringbekukan. Kemudian, bakteri yang masih mengandung media dicampurkan dalam susu. Dari segi kehalalan perlu dicermati media yang digunakan karena biasanya terdiri dari komponen susu dan nutrien lain seperti ekstrak khamir (yeast extract), mineral dan vitamin. Rennet sebelum digunakan dilarutkan pada larutan garam 20%. Rennet yang digunakan di usaha kecil "X" 0,025% dari volume susu. Rennet berupa serbuk ekstrak enzim Mucor miehei diimpor dari Belanda (Gambar 2) untuk menggantikan rennet asal hewan yang digunakan sebelumnya. Dari sini diketahui rennet yang di gunakan termasuk microbial rennet. Meskipun lebih terjamin kehalalannya di banding rennet dari hewan, namun tetap perlu diperhatikan bagaimana media pertumbuhan media tersebut. Jika rennet diproduksi secara microbial maka media yang dipergunakan untuk roses pertumbuhannya harus jelas, jangan tercampur bahan yang tidak jelas kehalalannya (Anonymous, 2008). Menurut Apriyantono (2007a) penggunaan koagulan rennet bersama-sama bakteri asam laktat bukan hanya untuk menghasilkan asam yang akan memudahkan proses penggumpalan susu, tapi juga untuk menghasilkan flavor (citarasa) tertentu. HCP-2: Pelapisan keju Pelapisan ini akan memberikan warna kuning pada keju dan melindungi keju dari pertumbuhan jamur dan kontaminan pada permukaan keju. Pelapisan menggunakan kuas pada salah satu sisi keju di hari pertama kemudian sisi yang lain keesokan harinya. Menurut Daulay (1991), sebelum difermentasi keju dikeringkan permukaannya, dilapisi parafin atau dibungkus selaput plastik, atau dapat juga dibiarkan saja tanpa disentuh setelah permukaannya, diberi minyak setelah diangkat dari alat pengepres. HCP-2 HCP-1 Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Keju KEMAL Gouda Beserta HCP (Halal Control Point) Keju segar yang berumur ± 1 minggu dilapisi pelapis bermerek Ceska 500 berupa cairan kental berwarna kuning tersusun atas polimer polyvinyl acetate dan dibutil maleic acid (Gambar 4) yang diimpor dari Belanda.. Kedua bahan tersebut umumnya digunakan dalam pelapisan permukaan (plasticize) dan sebagai bahan perekat. Berdasar Daftar Status Halal untuk Bahan dalam Riaz and Chudry (2004) menyebutkan bahwa maleic acid merupkan suatu asam anorganik yang digunakan sebagai bahan penolong untuk lemak dan minyak memiliki status halal. Lebih jauh Apriyantono (2007b) menyatakan potassium acetate termasuk bahan yang halal, sedangkan calsium acetate termasuk syubhat, tergantung kepada kehalalan media yang digunakan dalam pembuatan asam propionate secara fermentasi. Karena bahan ini belum mendapatkan sertifikasi halal saat diimpor maka perlu diperhatikan secara khusus mengenai bahan baku serta proses produksi pelapis keju. Titik Kritis Kehalalan Sanitasi Kegiatan produksi dilakukan secara aseptis. Sesuai dengan standar sanitasi, ruangan dan peralatan produksi selalau segera dibersihkan dengan disinfektan setelah proses produksi. Selain mencegah tumbuhnya mikroorganisme patogen, hal itu juga mencegah kontaminasi najis ke dalam proses produksi. Sanitasi menggunakan air dan sabun cuci. Air berasal dari air tanah sehingga termasuk air yang suci. Prosedur sanitasi peralatan produksi penting diperhatikan. Pangan halal juga dapat disiapkan, diolah, diangkut, atau disimpan menggunakan fasilitas yang sebelumnya digunakan menangani makanan haram asalkan ada prosedur pembersihan yang benar menurut persyaratan Islam dan dengan disertai pengawasan (Anonymous, 1999). Titik Kritis Kehalalan Penyimpanan dan Distribusi Kegiatan penyimpanan di usaha "X" hanya pada produk dan bahan penunjang saja, sedang susu sapi diperoleh segar. Penyimpanan keju di rak-rak pada ruangan bersuhu ± 11oC yang juga berfungsi sebagai tempat pemeraman. Ruangan tersebut hanya untuk menyimpan keju sehingga mencegah kontaminasi bahan haram maupun najis ke dalam produk keju. Penyimpanan bahan penunjang seperti serbuk starter bakteri, rennet, dan mother culture di lemari es agar tidak mengalami kerusakan karena sensitif terhadap suhu tinggi. Penggunaan kemasan plastik secara vakum akan mencegah terjadinya kontak langsung antara keju dengan bahan yang termasuk haram dan najis. Setelah itu dikirim ke outlet-outlet penjualan. Karena usaha ini hanya menghasilkan keju maka dalam pengiriman tidak terjadi kontak dengan bahan atau produk lain yang memungkinkan terjadinya kontaminasi bahan haram.Simpulan dan Saran Simpulan Berdasar analisis diskriptif titik kritis kehalalan (HCP) proses produksi keju KEMAL Gouda di usaha kecil "X" antara lain: Bahan baku; terutama starter bakteri, rennet, dan pelapis keju yang masih impor dari Belanda dan belum bersertifikasi halal, Proses produksi; meliputi penambahan starter bakteri dan rennet untuk membantu proses penggumpalan serta proses pelapisan keju. Saran Perlu ditelusuri lebih jauh kehalalan bahan yang digunakan, disusun standarisasi pemilihan dan penerimaan bahan baku, serta proses produksi untuk menunjang pelaksanaan sistem jaminan halal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar