KETELADAN DARI PARA ULAMA
TELADAN DARI PARA ULAMA
"Barangsiapa tidak mempedulikan darimana ia mengusahakan harta, maka Allah tidak mempedulikan darimana Dia memasukkannya ke neraka"
(HR Abu Manshur Ad Dailami)
Semangat menghindari makanan haram begitu tinggi di kalangan para ulama dan orang-orang shaleh yang hidup pada masa berikutnya.
Adalah Al Muhasibi, seorang ulama zuhud yang wafat pada 243H. Sejak kecil beliau sudah menjaga agar jangan sampai ada makanan haram atau syubhat yang masuk ke dalam perutnya. Sebagaimana disebutkan dalam Al Anba' Nujaba' Al Abna (hal. 148), ulama yang mempunyai nama panjang Abu Abdullah Al Harits bin Asad Al Muhasibi Al Bashri ini pada waktu masih kanak-kanak pernah berjalan melalui sekelompok anak-anak yang sedang bermain. Saat tengah berhanti sejenak di depan pintu rumah seorang penjual kurma, ia didatangi pemilik rumah/penjual kurma sambil membawakan beberapa butir kurma. "Makanlah kurma ini" katanya kepada Harits. Harits tidak langsung memakannya bahkan balik bertanya, "Dari mana asal kurma ini ?" Si penjual kurma menjawab, "Aku baru saja menjualnya kepada seseorang lalu ada yang berjatuhan kurma yang ia beli." Harits kembali bertanya, "Apakah engkau mengetahuinya?" Si penjual kurma menjawab, "Iya".
Setelah mendengar jawaban itu Harits segera pergi menuju sekumpulan anak-anak yang sedang bermain dan bertanya, "Apakah orang ini Muslim ?" Mereka menjawab, "Iya." Memperoleh jawaban demikian maka ia pergi menjauh meninggalkan si penjual kurma tersebut. Merasa ada yang aneh, si penjual kurma mengikuti langkah Harits dan menghentikannya. "Jangan pergi sebelum engkau menjelaskan kenapa engkau berbuat demikian ?"
Harits menjawab, "Wahai syaikh, carilah pembeli kurma tadi dan serahkanlah barang yang telah ia beli, sebagaimana engkau membutuhkan air di saat menderita kehausan yang amat sangat. Wahai syaikh, anda telah memberi makan kepada anak-anak muslim dengan barang yang haram, padahal engkau Muslim ?!" Si penjual kurma akhirnya sadar dan mengatakan, "Demi Allah aku tidak akan berdagang lagi hanya karena mencari dunia selamanya.
Seorang ulama madzhab Hambali, bernama Ibnu Hamid Al Waraq melakukan perjalanan ibadah haji pada 402H. Beliau kehabisan perbekalan di tengah perjalanan. Tidak ada lagi makanan dan minuman yang tersisa, sehingga beliau berhenti dan terjatuh. Selang tidak lama kemudian ada seorang laki-laki datang menghampiri beliau dengan sedikit air. Ia kemudian menawarkan air tersebut kepada beliau. Ibnu Hamid yang dalam keadaan amat payah balik bertanya,"Dari mana air ini dan bagaimana cara engkau mendapatkannya ?" Laki-laki pembawa air tesebut heran dan menjawab, "Dalam keadaan demikian kamu masih bertanya masalah seperti itu ?" Akhirnya ulama yang sudah sepuh itu menjelaskan,"Justru inilah saat yang tepat,karena saat di mana bertemu Allah nanti, saya memerlukan jawaban jika ditanya dari mana air itu berasal ?"
Akhirnya Ibnu Hamid wafat saat beliau pulang dari ibadah haji pada tahun 403 H, satu tahun setelah peristiwa tersebut. Kisah ini dimuat dalam Thabaqat Al Hanabilah (2/177) oleh Ibnu Abi Ya'la.
Al Qasthakani, Irsyad As Sari (1/191) juga menyebutkan kisah mengenai Sayidah Badi'ah Al Ijiyah yang hidup di masa beliau (abad ke-10 H) dan tinggal di Makkah. Saat itu sudah 10 tahun beliau menghindari makan buah-buahan dan daging yang berasal dari wilayah Bajilah. Beliau mendengar kabar bahwa penduduk di wilayah itu tidak memberikan warisan kepada anak-anak perempuan. Beliau takut jangan-jangan hewan dan buah-buahan itu termasuk hak warisan para anak perempuan yang ternyata tidak diberikan kepada mereka.
Dikabarkan juga bahwa ayah beliau Nuruddin tidak memakan buah-buahan yang dihasilkan oleh kebun-kebun di Madinah setelah mendengar kabar bahwa para pemilik kebun enggan membayar zakat atas hasil kebun-kebun tersebut.
Dalam Tarikh Baghdad (5/15) disebutkan bahwa saat itu Muhammad bin Sa'id, seorang ulama zuhud yang memiliki julukan Uqdah ditimpa musibah. Beberapa dinar uangnya jatuh persis di depan gerbang rumah Abu Dzar Al Khazzar. Untuk mencarinya beliau mengajak seorang pengayak tepung yang akhirnya dapat menemukannya. Saat itu hati Uqdah berkata, "Apakah di dunia ini hanya ada dinarmu saja ?" Akhirnya Uqdah meninggalkan dinar tersebut dan berkata kepada si pengayak tepung, " Itu adalah tanggunganmu."
Imam an Nawawi menyebutkan di dalam kitab Tahdzib Al Asma wa Al Lughat (2/173) mengenai kehati-hatian Imam Asy Syairazi. Beliau seorang ulama yang hidup miskin dan papa. Suatu saat beliau singgah di sebuah masjid untuk memakan sesuatu. Akan tetapi setelah meninggalkan masjid tersebut beliau teringat bahwa uang 1 dinar miliknya tertinggal. Beliau kembali dan mendapati uang dinarnya masih berada di tempatnya. Namun uang itu ia biarkan saja dan pergi sambil berkata,"Mungkin uang dinar ini milik oang lain yang jatuh di tempat ini,jadi bukan milikku "
Lain lagi dengan Imam Abu Hanifah sebagaimana dikisahkan oleh Syaikh Ar Quraifish dalam kitab Ar Raudh Al Faiq (hal 215) di sana dijelaskan bahwa Abu Hanifah menahan diri tidak memakan daging kambing setelah mendengar ada seekor kambing ang dicuri di kampong halamannya. Hal itu dilakukan beliau beberapa tahun sesuai dengan usia kehidupan kambing pada umumnya.
Imam an Nawawi, sebagaimana disebutkan dalam biografi beliau berjudul Al Minhaj As Sawi yang ditulis oleh Imam Suyuthi juga dikenal sebagai ulama yang sangat berhati-hati tehadap makanan. Saat itu beliau enggan mengkonsumsi buah-buahan dari Damaskus dengan alas an banyak tanah waqaf dan tanah yang dihajr (ditahan oleh hakim guna kemaslahatan) dan dari ribuan petak tanah tersebut hanya 1 petak saja yang boleh dipergunakan menurut syar'i. "Bagaimana hati saya bisa tenang (memakan buah-buahan) ?" kata beliau, setelah menjelaskan alasan mengapa beliau menghindari memakan buah-buahan dari Damaskus.
Demikian usaha para salaf dan ulama agar terhindar dari makanan dan harta harm serta syubhat. Semoga semangat menhindari yang haram menjadi jiwa kaum muslimin yang hidup di zaman ini, termasuk kita sekeluarga. Amin.
"Barangsiapa yang membeli pakaian dengan harga sepuluh dirham, satu dirham diantaranya uang haram, maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama pakaian itu dikenakan." ( HR Ahmad )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar